PUASA I
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Agama 3
Dosen Pengampu : Alfa Syahriar, Lc.
M.Sy
DISUSUN OLEH:
Lu’lu’
Shoimatul Mardliyah
Fiki
Rohmatun
Muhammad
Hisyam
PROGAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ JEPARA
2017
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PUASA 1” yang telah kami susun secara
maksimal dapat menjadi pembelajaran dan amal untuk bekal dikemudian hari.
Dalam penyusunan makalah ini
sebagai bentuk kesadaran kami dalam memenuhi tugas mata kuliah Agama, kami
merasa telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik moral maupun
spiritual.
Mudah-mudahan makalah ini dapat
memberikan manfaat dalam segala bentuk belajar mengajar, sehingga apat
mempermudah pencapaian tujuan pendidikan nasional. Namun makalah ini masih
belum sempurna, oleh karena itu saya mengharap kritik dan sarannya yang akan
menjadikan makalah ini lebih baik.
Jepara, 10 Desember 2017
penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi.......................................................................................................... iii
I.PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah......................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
II.PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa.................................................................................... 2
B.
Dasar Hukum Puasa............................................................................... 3
C.
Filosofi Puasa......................................................................................... 4
D.
Menentukan Awal Bulan Ramadhan..................................................... 5
III.PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................... 8
IV.DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti
yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya
ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa
itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun
pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu
semua karena mereka tidak mengetahui hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga
masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan
puasa dengan baik dan benar.
Banyak
orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa
mengetahui dasar hukumnya terlebih dahulu. Hasilnya, pada saat mereka berpuasa
mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika
sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala.
Oleh
karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, dasar
hukum puasa, filosofi puasa, dan menentukan awal bulan ramadahan.
B. Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa Definisi Puasa?
2. Bagaimana Dasar Hukum Puasa?
3. Bagaimana Filosofi Puasa?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa
Secara
bahasa, puasa adalah terjemahan dari bahasa Arab, shaum, ia memiliki
arti dasar imsak ‘an al-kalam wa al-kaff ala syaiin “menahan sesuatu”
atau meninggalkannya” , “tidak melakukannya”. Al-Quran menggambarkan pengertian
ini melalui lisan Nabi Zakariya ‘alaihi as-salam:
اِنِّي
نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْماًفَلَنْ اُكَلِّم الْيوْمَ انْسْيًّا
“Sesungguhnya
aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini” (QS. Maryam:26). (Hasbiyallah,
2013;215)
Puasa (shaum) secara istilah berarti menahan dan
mengendalikan diri dari hal-hal yang membatalakan sejak terbit fajar sampai
dengan terbenam matahari, seperti makan, minum dan lain-lain.
Pembatalan
itu bisa terjadi pada pelaksanaan ibadahnya ataupun pada pahala, nilai, dan
ganjarannya, seperti ghibah (mempergunjingkan orang lain), memfitnah,
mengadu domba, bertengkar, memutuskan tali persaudaraan, berbohong dan
lain-lain.(Hafidhuddin, 2003:242)
Pengertian
ini disepakati oleh kalangan mazhab Hanafi dan Hambali. Namun, kalangan mazhab
Maliki dan Syafi'i menambahkan kata "niat" pada akhir rumusan
pengertian diatas. Sedangkan menurut kalangan mazhab Hanafi dan Hambali niat
tidak termasuk rukun puasa, melainkan syarat sah puasa sehingga ia tidak
menjadi bagian dari pengertian puasa. Meski demikian, barangsiapa yang puasa
tanpa tanpa niat maka puasanya menurut kesepakatan ulama fiqh tidak sah. (Azam,
2015:434)
Sebenarnya kaum Muslimin seharusnya lebih memasyarakatkan istilah Shaum
dari pada puasa. Sebab, puasa berasal dari bahasa Sansekerta dengan arti
yang berbeda dengan puasa kaum Muslimin. Namun demikian, karena mayoritas dan
sudah membudaya beratus-ratus tahun, istilah puasa menjadi istilah yang
dimiliki oleh kaum Muslimin dengan pengertian sama dengan shaum. (Faridl,
2007:14)
Kaum Muslimin telah berijma’ (sepakat) bahwa berpuasa di bulan
Ramadhan hukumnya wajib. Puasa adalah salah satu rukun islam yang sudah
diketahui dalam agama secara pasti (dharuri). Barang siapa yang
mengingkarinya berarti ia telah kafir dan keluiar dari agama Islam. (Kamal,
2016:391)
B.
Dasar
Hukum Puasa
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijrah.
Nabi Muhammad SAW mengerjakan puasa Ramadhan hanya sebanyak sembilan kali,
delapan kali di kerjakan selama kurang
(29 hari) sedangkan yang genap 30 hari hanya sekali.
1.
Al-Quran
Puasa Ramadhan hukumnya
wajib atas seluruh muslimah yang baligh, berakal, sehat badan, (tidak sakit),
dan suci dari haid dan nifas. (Kamal, 2016:392)
Allah Saw. berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا
كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ {183}
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.” (QS. Al-Baqarah : 183-184)
2.
As-Sunah
بني الاسلام على خمس شهادة أن لاإله الا الله و أن محمد عبده و رسوله
و إقام الصلاة و إيتاء الزكاة و حج البيت و صوم رمضان
“Islam
di bangun atas lima dasar: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah,
Muhammad sebagai hamba dan Rasul-Nya, melaksanakan shalat, memberi zakat, haji
ke baitullah, dan puasa Ramadhan.”
3.
Ijma’
Kaum muslimin dari semua madzhab dan golongan sejak periode Nabi
SAW hingga hari ini telah sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan, yakni fardu
aini atas tiap-tiap muslim mukallaf tanpa kecuali, baik jaman
dahulu, sekarang, atau masa yang akan datang. (Nasbiyallah,2013: 221-222)
C.
Filosofi
Puasa
Semua yang
diperintahkan oleh Islam atau yang dilarangnya pasti mengandung nilai (makna)
filosofinya. Hanya saja, orang tidak mampu menangkapnya. Seperti halnya dengan
ibadah-ibadah lainya, maka ibadah puasapun tidak luput dari makna filosofi
tersebut, nilai filosofi yang dikandung oleh ibadah puasa sbb:
1. Sebagai penyataan syukur kepada Allah swt,
atas segala nikmat-Nya yang telah diberikan kepada manusia. Pada hakikatnya,
semua jenis ibadah yang dipersembahkan hamba kepada Kholiqnya termasuk kedalam
bab ini. Yakni sebagai symbol terima kasih keada Tuhan Yang Maha Pencipta.
2. Sebagi latihan dan uji coba untuk menguji
seseorang, sampai dimana ketaatan, ketahanan jiwanya, serta kejujuran dalm
menjalani tugasnya sebagai seseorang hamba terhadap perintah Kholiqnya. Orang
mukmin pasti memilih lapar kerena berpuasa ketimbang kenyang berpuasa karena
melawan perintah Allah.
3. Para dokter sepakat bahwa pengaturan makan
dan minum sangat perlu untuk menjaga kesehatan. Karna penyebab dari segala
macam penyakit berawal pada perut. Tak diragukan lagi bahwa
apa yang dikatakan para dokter itu sesuai dengan apa yang disabdakan oleh
Rasulullah saw.
“perut
adalah sarangnya penyakit, dan pencegahan awal adalah pangkal pengobatan, berilah
masing-masing tubuh apa yang terbiasa” (Al Hadis)
4. Puasa dapat menekan dan mengendalikan
syahwat. Karena orang yang sedang berpuasa ia sudah siap untuk tidak berbicara
hal-hal yang porno, apalagi melakukan ataupun melakukannya. Karena semua itu
membuat rusak pahala puasanya. Jadi setiap peluang yang menjerumus kearah
negative telah diantisipasi oleh ibadah puasa. Sehingga ia selamat dari godaan
hawa nafsu.
5. Orang yang
telah menjalankan puasa, pasti merasakan betapa perihnya perut yang keroncong
karena tidak makan dan minum, maka ia akan mudah tergugah kalau diajak untuk
bersedekah kepada orang fakir miskin. Ia akan mudah peduli kepada
masalah-maslah social yang ada di sekelilingnya. (content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/1208094651.mhtml)
6. Menumbuhkan kesamaan
status sosial antara orang fakir dan orang kaya
7. Mengajarkan keteraturan dan kedisiplinan, sabar, dan penuh rasa
say
yang
serta cinta. (Hasbiyallah,2013: 218)
D.
Menentukan Awal Bulan Ramadhan
Menurut Imam Syafi’i saksi hilal ramadhan
minimal dua orang lelaki. (Muchtar, 2014:194) Menurut
Yusuf al-Qardhawi, bahwa untuk menetapkan bulan Ramadhan berdasarkan hadits
sahih, dapat ditempuh dengan dengan salah satu dari 3 cara berikut ini:
1.
Melihat
tanggal bulan Ramadhan ( Ru’yah al-Hilal)
Melihat atau mengetahui kehadiran bulan sabit Ramadhan adalah tanda
kewajiban berpuasa, sebagaimana melihat atau mengetahui bulan sabit Syawal
adalah tanda berakhirnya puasa Ramadhan. (Hasbiyallah,2013: 223)
Diriwayatkan
dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah bersabda:
إِذَارَأَيْتُمُوْهُ فَصُوْمُوْا، وَإِذَارَأَيْتُمُوْهُ
فَافْطِرُوْا، فَإِنْغُمَّ عَلَيْكُلمْ فَافْدُرُوْالَهُ
“jika
kalian melihatnya, maka berpuasalah ; dan jika kalian melihatnya, maka
berbukalah (yakni berhari rayalah). Jika kalian terhalang untuk melihatnya,
maka sempurnakanlah bilangannya (30 hari).”
Jika salah seseorang yang adil dan dapat dipercaya melihat hilal
Ramadhan, maka informasi (berita) darinya dapat diterima dan diamalkan, menurut
pendapat mayoritas para ulama’. Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan
dari Ibnu Umar, dia berkata “Orang-orang saling memerhatikan hilal, lalu aku
melihatnya. Lantas aku informasikan (beritakan) kepada Rasulullah, maka beliau
pun melaksanakan puasa dan memerintahkan manusia untuk puasa”
Informasi dengan kesaksian ini baik bersumber dari laki-laki maupun
perempuan, dalam hal ini sama saja. Hal ini berdasarkan pendapat yang paling
shahih di antara pendapat-pendapat para ulama’.(Kamal, 2016:393)
Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa penetapan terhadap penglihatan
hilal bulan Ramadhan, bulan Syawal, atau bulan lainnya menurut mayoritas orang
adalah melalui kesaksian seorang yang adil , meskipun identitasnya belum
diketahui. Tetapi dengan syarat seorang adil yang Muslim, baligh, berakal,
merdeka, laki-laki, dan mengucapkan “Aku bersaksi”. Dengan demikian, hilal
tidak boleh ditetapkan melalui kesaksian orang fasik, anak kecil, orang gila,
hamba sahaya, dan perempuan. (Al-Zuhayly, 2005:146)
2.
Menyempurnakan
bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari
Jika tidak dapat melihat hilal karena cuaca mendung atau hal-hal
yang menghalangi pada proses ru’yah-pada malam ke tiga puluh dari bulan
sya’ban, maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari,
dan berbukalah. (Kamal, 2016:394)
Oleh karena itu, bulan sya’ban sudah diketahui ketetapannya sejak
awal, sehingga pada waktu bulan tidak kelihatan, maka malam ketiga puluh dapat
diketahui.
3.
Ilmu
Perhitungan Astronomi (Hisab)
Saat ini, penentuan awal bulan tidak terbatas hanya dengan rukyah
al-hilal (pengamatan hilal). Ada alternatif lain yang juga sederhana, yaitu
ilmu hisab (perhitungan astronomi). Berdasarkan pengalaman ratusan tahun,
keteraturan periodisitas fase-fase bulan diketahui dengan baik. Lahirlah ilmu
hisab untuk menghitung posisi bulan dan matahari. Akurasinya terus
ditingkatkan, sehingga ketetapan sampai detik dapat dicapai. Ketetapan
penentuan waktu gerhana matahari, yang hakikatnya ijtima’ ( segaris bujurnya
bulan dan matahari) yang teramati, sampai detik-detiknya merupakan bukti yang
tak terbantahkan.
Hisab dan rukyat punya
kedudukan sejajar, Rukyat harus tetap digunakan, karena itulah cara sederhana
yang diajarkan Rasulullah. Hisab pun dijamin eksistensinya, karena Allah
menjamin peredaran bulan dan matahari dapat dihitung (QS.55:5). Keberhasilan
rukyat tergantung kondisi atmosfer bumi untuk kriteria hilal agar teramati.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Agama islam mempunyai lima
rukun islam yang salah satunya ialah puasa. Secara bahasa, puasa adalah
terjemahan dari bahasa Arab, shaum, ia memiliki arti dasar imsak ‘an
al-kalam wa al-kaff ala syaiin “menahan sesuatu” atau meninggalkannya” ,
“tidak melakukannya”. Puasa (shaum) secara istilah berarti menahan dan
mengendalikan diri dari hal-hal yang membatalakan sejak terbit fajar sampai
dengan terbenam matahari, seperti makan, minum dan lain-lain. Puasa Ramadhan
hukumnya wajib atas seluruh muslimah yang baligh, berakal, sehat badan, (tidak
sakit), dan suci dari haid dan nifas.
Puasa memiliki beberapa filosofi (makna) yaitu: Sebagai penyataan
syukur kepada Allah swt, Sebagi latihan dan uji coba untuk menguji seseorang,
sampai dimana ketaatan, Para dokter sepakat bahwa pengaturan makan dan minum
sangat perlu untuk menjaga kesehatan, Puasa dapat menekan dan mengendalikan
syahwat, mudah peduli kepada masalah-maslah social yang ada di sekelilingnya,
Menumbuhkan kesamaan status sosial antara orang fakir dan orang kaya, dll.
Cara menentukan awal bulan ramadhan
antara lain: Melihat tanggal bulan Ramadhan (
Ru’yah al-Hilal). Menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari. Ilmu
Perhitungan Astronomi (Hisab)
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Zuhayly, Wahbah. 2005. Puasa dan Itikaf. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Azzam, A.A.M. 2015. Fiqh Ibadah.
Jakarta:Amzah.
Faridl, Miftah. 2007. Puasa Ibadah Kaya
Makna. Jakarta: Gema Insani.
Hafidhuddin, Didin. 2003. Islam Aplikatif.
Jakarta: Gema Insani Press.
Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Kamal, S.A.M. 2016. Fiqh Sunnah Lin Nisaa’. Depok: Pustaka
Khazanah Fawa’id.
Muchtar, Asmaji. 2014. Fatwa-fatwa Imam Asy-Syafi’i: masalah
ibadah. Jakarta: Amzah.
content://com.sec.android.app.sbrowser/readinglist/1208094651.mhtml
0 komentar:
Posting Komentar